Mereguk Secangkir Kopi

_

Ada sesal kalau mengingat tak banyak bisa menikmati hidup nan singkat ini. Menikmati dengan rasa syukur dan dengan hati yang tentram. Mereguk secangkir kopi di pagi hari. Menikmati hidangan sepotong roti dengan secangkir teh pagi. Mungkin pula hanya segelas air putih, dengan tanpa pendamping apa apa. Inilah kehidupan bermula, menjemput apa yang hendak dituju, lelah dan sepenuh jiwa, untuk tujuan yang hanya diri pemiliknya.

—-

Kopi berbeda, teh begitu pula. Dua duanya adalah sahabat, sekaligus saksi tentang ambisi, ilusi, prestasi, depresi, suksesi, imajinasi, dan semuanya, hingga kebiasaan buruk prokrastinasi (menunda nunda). Bahkan saat tulisan ini dibuat, hakekatnya juga kompensasi prokrastinasi atau rasionalisasi untuk mengalihkan focus yang semestinya dimulai pagi ini. Tapi namanya hidup, ada jiwa yang merasa, yang tak mau serta merta diperintah untuk langsung bekerja. Ada sisi lain yang harus dibagi, dalam bentuk hasrat dan renungan bagi waktu yang tersisa. Menikmati dengan sesaat, sebelum akhirnya tenggelam lagi dalam ambisi dunia yang tak kunjung padam.

—-

Kopi selalu punya cerita, tentang hitamnya dunia dan kelamnya malam-malam yang ada. Namun dalam kegelapan sekalipun, hasrat untuk tetap berbagi dan memberikan kebaikan tidak akan pernah tenggelam dan lenyap. Boleh jadi waktu tak pernah kembali, tetapi kehidupan tidak boleh berhenti. Kopi pagi akan selalu ada dan akan menemani perjalanan keabadian sampai saatnya tiba. Mereguk secangkir kopi kehidupan, lebih bermakna jika dirasakan bahwa setiap regukkan kepahitan akan berbuah manis, dalam setiap tujuan yang hendak dicapai. Kekuatan kopi itu ternyata tersimpan dalam kepahitan rasa dan kehidupan yang dititipkannya. Semakin pahit kopi yang dirasa, semakin nikmatlah khasiat yang akan diberikannya.

—-

Banda Buek, 20 Nov 2019

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *