Rumah Kebaikan, Tetaplah Menabur Kebaikan Selamanya

Rumah Kebaikan, tetaplah menabur kebaikan selamanya
Catatan Kontemplasi Jiwa

Mungkin ada pendosa yang datang
Mungkin ada juga penjudi yang mampir
Mungkin ulama dan pakih
Entah artis dan tokoh politik

Rumah tetaplah rumah
Tempat siapa saja boleh datang dan singgah
Rumah kebaikan selalu saja siap
Kendati sampah dan kotoran yang diterima

Biarkanlah semua berjalan seperti air mengalir
Biarkanlah semua pergi meninggalkan dan sepi kembali hadir
Biarkanlah semua menantang dating dan bersorak gemuruh

Kebaikan tak mengenal waktu dan dimensi
Kebaikan sejati itu hanya milik hati yang murni
Hati yang terjaga untuk kebaikan dan kebaikan itu sendiri

Catatan di simpang jalan pulang, 18 September 2019

Waktu yang Buta dan Membutakan

Waktu yang Buta dan Membutakan
Catatan di Ujung Asa

Enyahlah Kau sang Pembunuh
Yang pernah membunuh harapan dan masa depan ini
Enyahlah Kau sang Penghukum
Yang pernah menghukum masa lalu ini sampai tak berdaya
Catatlah baik baik, kegelapan itu telah tergantikan
Sebesar apapun Kau sembunyikan, getaran waktu telah terkuak

Aku kini bukan yang dulu lagi
Aku kini sudah memutuskan menyingkap siapa Kau seungguhnya

Tak akan sia sia lagi waktu yang ada
Tak akan sia sia lagi nafas  tersisa
Enyahlah Kau selamanya…….
Aku sudah punya Dia
Kendati harius berjalan di atas bara
Apa yang dicari dalam hidup selain doa
Apa yang didamba selain harapan
Apa yang dikejar pun tak tahu lagi

Mengejar bayang bayang
Mengukir langit terbentang
Sampai ajal pun menjelang
Setuju atau tidak, aku mengejar waktu demi waktu
Setuju atau tidak, aku menikmati perjalanan memburunya
Selagi ada galah galah, lompatan akan tetap terjadi
Selagi masih ada asa asa, pandangan ke depan terbentang tajam
Koarlah sekeras kerasnya, sampai batas tak terdengar lagi

Berlarilah sekencang kencangnya, sampai semuanya menyatu dengan hasrat
Menyelamlah sedalam dalamnya selagi masih bisa dan waktu tersisa
Tak akan ada kesempatan kedua, dalam apapun yang dilalui
Terima kasih Tuhan, tak akan adalagi keluh kesah di atas jalan ini
Jalan di atas Bara, sekalipun panas dan mengelupas
Jalan di atas Asa, sekalipun menyiksa dan terpaksa
Akan tetap kutempuh bersama waktu dan masa depan

Karena jalan ini adalah jalan terakhir sebelum kembali
Karena kehidupan ini hanya sekali, dan cukup ini saja
Betapun waktu kau pernah menerkamku di waktu dulu
Kini tak akan kuganti tangkap ini dengan Lepas

Pekanbaru, 3 Agustus 2019

Berhenti Berjalan Ke luar Diri

Berhenti Berjalan Ke luar Diri
Catatan Intelektual yang tersisa

Banyak hal yang saya kagumi dari Prof Agus Irianto. Satu di antaranya, soal visi dan misi. Keseimbangan dan harmoni. Kebaikan yang terukur dan terpada padai. Berbuat baik berpada padai. Berbuat jahat sekali tidak. Karena kebaikan tidak selalu ditafsirkan baik

Setidaknya kalau bertemu Prof Statistik ini, saya punya kesan istimewa. Beda Statistik, beda pula Kimia Fisik. Statistik belajar ‘memimpikan’ sesuatu. Kimia Fisik belajar untuk “mencintai” sesuatu. Keduanya sama sama membuat belajar atas pengalaman.

Setidaknya, pengalaman banyak bercerita. Salah satunya soal mimpi mimpi kehidupan. Soal mimpi dan hasrat, kerap menarik hati. Mimpi kepingin punya mahasiswa kelas dunia. Mimpi kepingin berbagi dengan mutu dan standar tinggi.

Realitanya mimpi membuat berjalan terus ke luar. Realitanya hanya ekspektasi yang makin membesar. Maunya, kalau memberi kuliah, serasa bersama dengan mahasiswa terbaik dunia. Maunya, saat memberikan pencerahan, serasa bahagia membuka cakrawala dunia. Tapi Sayang, semua yang dijumpa tak serasa dan sejiwa. Tapi Sayang, mahasiswa yang dicerahi tak lebih sekedar pencari arti dan gengsi

Mata bertemu mata. Visi beradu visi. Nyali tak selalu pergi. Rupanya saya berada di kampus tercinta. Rupanya berada di tanah yang biasa. Rupanya berkelana tak jauh dari halaman rumah kita. Halaman rumah dengan bunga bunga yang manja .

Yang segera layu bila tak tersentuh gerimis hujan. Yang segera mati bila tak ada secercah matahari pagi. Yang hanya tersenyum saat dipuji. Yang membusuk bila dimaki dan terbebani. Bunga bunga yang tak ikhlas dan manja. Bunga bunga yang puas dengan kumbang kelapa. Yang tak tahu beda mutu dan gengsi.

Berhentilah berjalan ke luar diri, ini mungkin hikmahnya. Berhentilah bermimpi dengan mereka yang tak kuat dihantam badai. Berhentilah dengan generasi milenial yang penuh khayal. Berhentilah berharap sejuta cita cita dan masa depan. Karena pemimpi tetaplah lari. Karena pengikut tidaklah mau memikul cita cita. Lebih dari mata jangka dan anak panah.

Saya baru tersadar, kalau halaman rumah ini adalah masa lalu. Generasi ini adalah cerita lalu. Mereka hanya dongeng yang entah berantah. Mereka lugu dan bermimpi untuk lahir di sini. Mereka hanya bising dan mengisi sisa dimensi yang berkarat. Mereka hanya pelengkap bagi energi masa depan

Tapi mereka tetap berguna. Setidaknya, mereka berjasa untuk kesempurnaan masa depan. Tanpa kekurangan, tak akan ada kelebihan. Mereka amat berjasa untuk kesempurnaan yang lain.

Berhentilah berjalan ke luar diri. Berjalanlah ke dalam dan jauh tanpa batas. Berjalanlah dalam harapan yang sesungguhnya. Dalam diam dan sepi sekalipun. Tak perlu ada sinergi lagi, tertukar tangkap dengan lepas. Untuk apa mengguratkan sisi yang pasti akan hilang, percuma!. Untuk apa mengukir cita cita dalam cita cita yang telah terlampaui. Cukup, mimpi mereka hanya sepanjang ujung jari.

Terima kasih Tuhan, sejarah tetap akan berjalan. Biarlah halaman ini tetap ada, sebagai bahan pelengkap masa depan. Biarlah halaman ini tetap berumput, agar lebih nyaman dilewati. Bunga dan cemara, tak layak untuk ditumbuhkan di tanah ini. Karena tanahnya tak memiliki cinta yang kuat. Biarkanlah hanya alang alang menjadi penghias bahwa. Di sini pernah ada kehidupan, dan penanda perjalanan….

Payakumbuh, 9 February 2018